Rabu, 31 Oktober 2018

LP STROKE HEMORAGIK


LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK

A.    DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu kawasan di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009)

B.     KLASIFIKASI
1.  Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a.     Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1)     Perdarahan intraserebral
          Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2)   Perdarahan subaraknoid
          Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b.      Stroke Non Hemoragi
          Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2.    Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a.    TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.     Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.    Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
C.    ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1.     Thrombosis Cerebral
                 Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a.         Aterosklerosis
            Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1)   Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2)   Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3)   Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4)    Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b.          Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c.         Arteritis( radang pada arteri )
d.        Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1)   Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2)     Myokard infark
3)    Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4)   Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2.      Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3.        Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a.    Hipertensi yang parah.
b.     Cardiac Pulmonary Arrest
c.    Cardiac output turun akibat aritmia
4.         Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a.    Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.    Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa  peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1.    Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2.    Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3.    Kesulitan menelan.
4.    Kesulitan menulis atau membaca.
5.    Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,  batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6.    Kehilangan koordinasi.
7.    Kehilangan keseimbangan.
8.    Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9.    Mual atau muntah.
10.     Kejang.
11.     Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi,  baal atau kesemutan.
12.     Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
 

E.     PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan Radiologi
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a.    Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.


b.    Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.    CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.   MRI
e.    MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2.    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b.    Pemeriksaan darah rutin.
c.    Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d.   Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G.    PENATALAKSANAAN
( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1.    Posisi kepala dan badan atas 20  – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2.    Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3.    Tanda  – tanda vital diusahakan stabil.
4.    Bed rest.
5.    Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6.    Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7.    Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8.    Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari  penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9.    Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK
10.     Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11.     Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan  pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

H.    KOMPLIKASI

Menurut Batticaca (2008)
1.    Gangguan otak yang berat.
2.    Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular
3.     Infark Serebri
4.    Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
5.     Fistula caroticocavernosum
6.      Epistaksis
7.    Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

I.       PATHWAYS

J.      FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi:
1.    Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2.    Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a.    B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b.    B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
c.    B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d.   B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e.    B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f.     B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
g.    Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
h.    Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
i.      Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
j.      Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

k.    Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
3.    Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a.    Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b.    Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c.    Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d.   Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e.    Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f.     Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g.    Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h.    Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i.      Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
4.    Pengkajian Sistem Motorik
a.    Inspeksi Umum.Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b.    Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c.    Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
5.    Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.

 

K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1.    Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah, perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
2.    Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lender.
3.    Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak, kelemahan umum
4.    Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan neurovaskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan control otot, gangguan kognitif
5.    Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kelemahan, parestesia paralisis
6.    Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 inadekuat 
8.    Resiko jatuh berhubungan dengan mobilisasi fisik

 

L.     FOKUS INTERVENSI
DX
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
1






























2



















3































4























5




























6
















7



























8
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam, diharapkan perfusi jaringan cerebral adekuat, dengan K.H :
Tissue Perfusion : Cerebral (0406)
-  Fungsi neurologis meningkat
-  Tidak ada kelemahan
-  Tidak ada pusing
-  Tidak ada gelisah

Neurological Status (0909)
-  Tanda vital stabil ( TD 120/80 mmHg)
-  Fungsi motorik meningkat
-  Komunikasi baik
-  Tidak ada sakit kepala

Neurological Status : Central Motor Control (0911)
-  Postur tubuh seimbang







Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan napas klien kembali efektif dengan KH :
a.    Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
b.    Ekspansi dada simetris
c.    Bunyi napas bersih saat auskultasi
d.   Tidak terdapat tanda distress pernapasan
GDS dan tanda vital dalam batas normal


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam …. jam, diharapkan adanya peningkatan mobilitas fisik, dengan K.H :
Mobility (0208)
-   Peningkatan fungsi dan kekuatan otot
-   ROM aktif/pasif meningkat
-   Perubahan posisi adekuat
-   Fungsi motorik meningkat
Join Movement (0206)
-   Jari, pergelangan tangan, siku, lengan kanan dapat digerakkan
-   Jari, lutut dan pergelangan kaki kanan dapat digerakkan
Transfer Performance (0210)
-   Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Self-care : Instrumental Activity of Daily Living (ADL) (0306)
-   Aktifitas fisik meningkat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. jam, diharapkan dapat berkomunikasi kembali, dengan K. H :


Anxiety Self Control (1402)
-   Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap ketidakmampuan berbicara
Neurological Status : Cranial Sensory/Motor Function (0913)
-   Bicara jelas
-   Tidak ada pelo







Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam, diharapkan dapat melakukan perawatan diri secara mandiri, dengan K. H :
Self-Care: Activities of Daily living (ADL) (0300)
-  Dapat melakukan aktivitas dengan mandiri (makan,berpakaian, toileting, mandi, berhias, hygiene, kebersihan mulut, berpindah)














Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam, diharapkan tidak ada risiko kerusakan integritas kulit, dengan K. H :
Tissue Integrity: Skin and Mucous Membranes (1101)
-   Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
-   Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
-   Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka




Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam, diharapkan pola nafas kembali baik, dengan K. H :
Respiratory status: Airway Patency (0410)
-   Tidak ada sesak nafas
-   RR dbn (16-20 x/menit)
-   Suara nafas vesikuler
-   Tidak ada sesak nafas saat istirahat
-   Bernafas normal (tidak menggunakan otot bantu pernafasan)
Respiratory status: Gas exchange (0402)
-   Tidak ada sianosis
Vital sign (0802)
-   TD dbn (120/80 mmHg)










Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….. jam, diharapkan tidak ada risiko cidera, dengan K. H :
Risk Control (1902)
-   Pasien terbebas dari cidera
-   Pasien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencegah cidera
-   Pasien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan
-   Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cidera





Neurologic Monitoring (2620)
-   Monitor kesadaran,orientasi, GCS, dan memori
-   Monitor peningkatan kemampuan motorik, persepsi sensori
-   Monitor tanda-tanda vital
-   Monitor keluhan nyeri kepala, mual,dan muntah
-   Observasi kondisi fisik klien

Cerebral Perfusion Promotion (2550)
-   Konsultasi dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang optimal dengan penempatan tempat tidur yang sesuai dan pantau respon pasien terhadap posisi kepala
-   Beri terapi vasopressin,sesuai yang dianjurkan
-   Beri dan pantau terapi yang mempengaruhi osmotic dan loop-aktif diuretic dan kortikosteroid
-   Beri obat nyeri, jika perlu
-   Beri dan pantau efek samping pemberian terapi antikoagulan, sesuai anjuran
-   Beri terapi antiplatelet dan thrombolitik, sesuai anjuran
-   Pantau tanda-tanda perdarahan
-   Pantau status neurologi
-   Hitung dan pantau tekanan perfusi serebral

a.    Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
b.    Posisikan tubuh dan kepala lebih tiinggi menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
c.    Lakukan penghisapan sekresi
d.   Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
e.    Berikan oksigenasi sesuai advis
f.Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
Siapkan intubasi jika ada indikasi



Exercise Therapy : Joint Mobility (0224)
-   Gambarkan keterbatasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi
-   Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan
-   Monitor lokasi nyeri selama latihan
-   Bantu pasien untuk mengoptimalkan gerak sendi pasif/aktif
-   Dorong latihan ROM aktif sesuai program
-   Beri reinforcement positif setiap kemajuan
Exercise Therapy : Ambulation (0221)
-   Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan
-   Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
-   Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan
-   Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL pasien
-   Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan beri bantuan jika diperlukan






Communication Enhancement : Speech Deficit (4978)
-   Gunakan penerjemah, jika diperlukan
-   Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan
-   Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
-   Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan
-   Dengarkan dengan penuh perhatian
-   Berdiri didepan pasien ketika berbicara
-   Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahasa tubuh, gambar, daftar kosakata bahasa asing, dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dua arah yang optimal
-   Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi
-   Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi (bahasa isyarat)

Support System Enhancement (5440)
-   Identifikasi tingkat dukungan keluarga
-   Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan masyarakat
-   Nilai kecukupan sumber daya masyarakat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
-   Sediakan layanan dengan cara yang penuh perhatian dan mendukung
-   Libatkan keluarga / orang lain yang signifikan / teman dalam perawatan dan perencanaan

Self-Care Assistence (1800)
-    Bantu ADL klien selagi klien belum mampu berdiri
-    Pahami semua kebutuhan ADL klien
-    Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL
-    Libatkan klien dalam pemenuhan ADL
-    Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap
-    Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS
-    Ajari penggunaan terapi modalitas dan bantuan mobilisasi secara aman

Pressure Management (3500)
-    Rubah posisi tiap 2 jam
-    Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
-    Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
-    Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
-    Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit



Airway Management (3140)
-   Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-   Keluarkan secret dengan batuk efektif atau suction
-   Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-   Monitor respirasi dan status O2
-   Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Oxygen Therapy (3320)
-   Pasang terapi oksigen lengkap dengan tabung humidifier dan atur sesuai dosis
-   Monitor keefektifan pemberian terapi oksigen
Medication Administration: inhalation (2311)
-   Bantu pasien gunakan alat pengisap (inhaler) sesuai dosis
-   Bantu pasien cara menggunakan inhaler pada mulut atau hidung








Environment Management (6480)
-   Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
-   Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
-   Menghindari lingkungan yang berbahaya
-   Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau pasien
-   Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
-   Memindahkan barang-barang yang membahayakan



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth 2008, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta:EGC.

Mansjoer, arif, dkk 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama, Jakarta:Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Muttaqin, Arif 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta:Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.

Sylvia, A.  Alih  bahasa Adji Dharma. 2009. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4. Jakarta : EGC.

Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep, Yogyakatra:Nuha Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS JURNAL PSIKORELIGI

ANALISIS JURNAL  KEPERAWATAN JIWA A.     JURNAL KEPERAWATAN JIWA 1.       Judul Jurnal Pengaruh Terapi Psikoreligi Terhadap Pe...