Rabu, 31 Oktober 2018

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIAL TERBARU

LAPORAN PENDAHULUAN
 ASMA BRONKIAL


A.      DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversible dan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh peradangan saluran pernafasan uyang memawa udara ke paru-paru. (Black : 2011).

B.       KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1.      Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
2.      Status asmatikus 
Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
3.      Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

C.      ETIOLOGI 
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1.      Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2012).
a.    Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b.    Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c.    Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik     
2.      Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a.       Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b.      Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit (VitaHealth, 2006).

D.      MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1.      Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2.      Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3.      Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4.      Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a.       Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b.      Sianosis
c.       Silent Chest
d.      Gangguan kesadaran
e.       Tampak lelah
f.       Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5.      Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal.

E.     PATHWAY
Terlampir

F.       PATOFISIOLOGI
Individu dengan  asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi  yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.

G.      KOMPLIKASI 
1.      Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2.      Chronic persisten bronchitis
3.      Bronchitis
4.      Pneumonia
5.      Emphysema
6.      Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2012).

H.      PEMERIKSAAN PENUNJANG 
1.      Pemeriksaan sputum
2.      Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3.      Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
4.      Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
5.      Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
6.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru.


I.         PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1.     Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2.     Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3.     Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1.      Pengobatan non farmakologik
a.    Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b.    Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.    Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.      Pengobatan farmakologi
a.       Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b.      Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c.       Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari
d.      Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e.       Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f.       Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a.    Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.    Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.    Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d.   Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.    Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.     Antibiotik spektrum luas.

J.        PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
Pengkajian
1.      Riwayat kesehatan sekarang
a.    Waktu terjadinya sakit
1)    Berapa lama sudah terjadinya sakit
b.     Proses terjadinya sakit
1)     Kapan mulai terjadinya sakit
2)     Bagaimana sakit itu mulai terjadi
c.     Upaya yang telah dilakukan
1)    Selama sakit sudah berobat kemana
2)    Obat-obatan yang pernah dikonsumsi
d.   Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi. Adanya manifestasi lain seperti saat diauskultasi adanya ronky,wheezing.
2.       Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru – paru,emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:
1)         Usia mulai merokok secara rutin
2)         Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
3)         Usai menghentikan kebiasaan merokok.
c.       Pengobatan saat ini dan masa lalu
d.      Alergi
e.       Tempat tinggal
3.      Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
a.  Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke orang.
b.  Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu predisposisi keturunan tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat konflik keluarga.
c.   Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkatpolusi udaranya tinggi.Polusi ini bukan sebagai penyebab timbulnyapenyakit tapi bisa memperberat.
4.      Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
a.    Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)


b.    Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
c.    Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
5.      Pola istirahat tidur
a.       Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
b.      Kualitas dan kuantitas jam tidur
6.      Pola nutrisi – metabolic
a.     Berapa kali makan sehari
b.    Makanan kesukaan
c.    Berat badan sebelum dan sesudah sakit
d.    Frekuensi dan kuantitas minum sehari
7.       Pola eliminasi
a.      Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
b.      Nyeri
c.      Kuantitas
8.      Pola kognitif perceptual
a. Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
9. Pola konsep diri
a.  Gambaran diri Identitas diri
b.  Peran diri
c.   Ideal diri
d.  Harga diri
e.  Cara pemecahan dan penyelesaian masalah
9.       Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.

10.  Pola peran hubungan
a.    Hubungan dengan anggota keluarga
b.     Dukungan keluarga
c.     Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
11.   Pola nilai dan kepercayaan
a.      Persepsi keyakinan
b.      Tindakan berdasarkan keyakinan

 Pemeriksaan Fisik
1)      Data klinik, meliputi:
a)      TTV
b)       Keluhan Utama
2)      Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
a)    Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
b)    Kepala: Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
c)    Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat,  isokor,diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
d)    Telinga: Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
e)     Hidung: simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
f)     Mulut: gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
g)   Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
h)   Thorax :
· Jantung: Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
·   Paru-paru: Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.

i)      Abdomen :
· Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan.
· Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
· Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen.
· Palpasi: ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
j)      Ekstremitas
· Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
·Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot cukup

K.      DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolarPola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3.    Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
4.    Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
5.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan.
6.    Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma. 
7.    Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh 
8.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.  Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

L.       INTERVENSI KEPERAWATAN

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL  (NOC)
INTERVENSI  (NIC)
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
  Aspiration Control,
Dengan kriteria hasil :
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2
2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Respiratory Status : Gas exchange
  Respiratory Status : ventilation
  Vital Sign Status
Dengan kriteria hasil :
  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berika bronkodilator bial perlu
         Barikan pelembab udara
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
         Monitor suara nafas, seperti dengkur
         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
         Catat lokasi trakea
         Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
         Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
  Vital sign Status
Dengan Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2



Terapi Oksigen
  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
  Pertahankan jalan nafas yang paten
  Atur peralatan oksigenasi
  Monitor aliran oksigen
  Pertahankan posisi pasien
  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring
  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4
Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Pain Level,
  Pain control,
  Comfort level
Dengan Kriteria Hasil :
  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
  Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
  Kurangi faktor presipitasi nyeri
  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
  Tingkatkan istirahat
  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
  Cek riwayat alergi
  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Nutritional Status : food and Fluid Intake
  Nutritional Status : nutrient Intake
  Weight control
Dengan Kriteria Hasil :
  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
  Tidk ada tanda tanda malnutrisi
  Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
  Kaji adanya alergi makanan
  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
  Berikan substansi gula
  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 
Nutrition Monitoring
  BB pasien dalam batas normal
  Monitor adanya penurunan berat badan
  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
  Monitor lingkungan selama makan


DAFTAR PUSTAKA


Almazini, P. 2012. Bronchial ThermoplastyPilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalamwww.Ginaasthma.org.

Linda Jual Carpenito, 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .Jakarta: EGC.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press.

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV Medika.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika.

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS JURNAL PSIKORELIGI

ANALISIS JURNAL  KEPERAWATAN JIWA A.     JURNAL KEPERAWATAN JIWA 1.       Judul Jurnal Pengaruh Terapi Psikoreligi Terhadap Pe...