LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKIAL
A.
DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik
saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat
hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan
napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana
saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya
asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008).
Asma
adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversible dan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh peradangan
saluran pernafasan uyang memawa udara ke paru-paru. (Black : 2011).
B.
KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan
kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1.
Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan
dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
2.
Status asmatikus
Status
asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang
dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas
(adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat
hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner &
Suddarth, 2001).
3.
Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat
menyebabkan kematian
C.
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma
Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita
Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun
rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer
& Bare, 2012).
a. Faktor
ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor
intrinsik (non-alergik)
: tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi
traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan
dapat mencetuskan serangan.
c. Asma
gabungan
Bentuk
asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik
2. Menurut
The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
:
a. Pemicu
Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang
atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang
diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan
akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah
terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran
pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab
Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan
peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang
berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma
yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan
gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit
diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen
yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat
melalui kontak dengan kulit (VitaHealth, 2006).
D.
MANIFESTASI
KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa
sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak
sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi
untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1.
Asma tingkat I
Yaitu
penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2.
Asma tingkat II
Yaitu
penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan.
Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3.
Asma tingkat III
Yaitu
penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan
tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.Biasanya penderita merasa tidak
sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4.
Asma tingkat IV
Yaitu
penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin
banyak antara lain :
a.
Kontraksi otot-otot
bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b.
Sianosis
c.
Silent Chest
d.
Gangguan kesadaran
e.
Tampak
lelah
f.
Hiperinflasi thoraks
dan takhikardi
5. Asma
tingkat V
Yaitu
status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal.
E.
PATHWAY
Terlampir
F.
PATOFISIOLOGI
Individu dengan asma
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang
sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi
paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem
parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin
ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen
penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan
tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.
Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit
untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan
terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan
tertentu pada saat ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian
distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan
timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien
berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna
keputih-putihan.
G.
KOMPLIKASI
1. Mengancam
pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic
persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6.
Meskipun serangan asma
jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang
disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer &
Bare, 2012).
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan
sputum
2. Pemeriksaan
darah
Pada
pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3. Gas
analisa darah
Terdapat
hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2
maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
4. Pemeriksaan
tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
5. Foto
rontgen
Pada
umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
6.
Elektrokardiografi
Gambaran
elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru.
I.
PENATALAKSANAAN
Prinsip
umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1.
Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2.
Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma.
3.
Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara
pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Pengobatan asthma secara garis besar
dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1.
Pengobatan non farmakologik
a.
Penyuluhan
Penyuluhan
ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b.
Menghindari faktor
pencetus
Klien
perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.
Fisioterapi
Fisioterpi
dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan
farmakologi
a. Agonis
beta
Bentuk
aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil
Xantin
Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan
125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika
agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan
disis 800 empat kali semprot tiap hari
d. Kromolin
Kromolin
merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek
kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
f. Iprutropioum
bromide (Atroven)
Atroven
adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
Pengobatan
selama serangan status asthmatikus
a.
Infus RL : D5 = 3
: 1 tiap 24 jam
b.
Pemberian oksigen 4
liter/menit melalui nasal kanul
c.
Aminophilin bolus 5 mg
/ kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5
mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d.
Terbutalin 0,25 mg/6
jam secara sub kutan.
e.
Dexamatason 10-20
mg/6jam secara intra vena.
f.
Antibiotik spektrum
luas.
J.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ASMA
Pengkajian
1.
Riwayat kesehatan sekarang
a.
Waktu terjadinya sakit
1) Berapa lama
sudah terjadinya sakit
b.
Proses
terjadinya sakit
1) Kapan mulai
terjadinya sakit
2) Bagaimana
sakit itu mulai terjadi
c.
Upaya yang
telah dilakukan
1) Selama sakit
sudah berobat kemana
2) Obat-obatan
yang pernah dikonsumsi
d.
Hasil pemeriksaan sementara / sekarang
TTV meliputi
tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi. Adanya manifestasi lain seperti saat diauskultasi adanya ronky,wheezing.
2.
Riwayat
kesehatan terdahulu
a. Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker
paru – paru,emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:
1)
Usia mulai merokok secara rutin
2)
Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
3)
Usai menghentikan kebiasaan merokok.
c.
Pengobatan saat ini dan masa lalu
d.
Alergi
e.
Tempat tinggal
3.
Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan
pengkajian ini:
a. Penyakit
infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke orang.
b. Kelainan
alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu predisposisi keturunan
tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat konflik keluarga.
c. Pasien
bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkatpolusi udaranya
tinggi.Polusi ini bukan sebagai penyebab timbulnyapenyakit tapi bisa
memperberat.
4.
Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan
tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,mobilisaasi di
tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
a. Airway
Batuk
kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot–otot aksesoris
pernapasan ( retraksi otot interkosta)
b. Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode
inspirasi, dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
c. Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique,
perubahan tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
5.
Pola istirahat tidur
a.
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur
b.
Kualitas dan kuantitas jam tidur
6.
Pola nutrisi – metabolic
a. Berapa kali makan sehari
b. Makanan
kesukaan
c. Berat badan
sebelum dan sesudah sakit
d. Frekuensi
dan kuantitas minum sehari
7.
Pola eliminasi
a. Frekuensi
dan kuantitas BAK dan BAB sehari
b. Nyeri
c. Kuantitas
8.
Pola kognitif perceptual
a. Adakah
gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
9. Pola konsep
diri
a. Gambaran
diri Identitas diri
b. Peran diri
c. Ideal diri
d. Harga diri
e. Cara
pemecahan dan penyelesaian masalah
9.
Pola seksual –
reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
10. Pola peran
hubungan
a. Hubungan
dengan anggota keluarga
b. Dukungan keluarga
c. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
11. Pola nilai dan kepercayaan
a.
Persepsi keyakinan
b.
Tindakan berdasarkan keyakinan
Pemeriksaan Fisik
1)
Data klinik, meliputi:
a)
TTV
b)
Keluhan Utama
2)
Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
a)
Kulit: Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
b)
Kepala:
Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
c)
Mata: Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil
bulat, isokor,diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
d)
Telinga:
Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
e)
Hidung:
simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
f)
Mulut: gigi
lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
g)
Leher: trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak
membesar, kelenjar tiroid tidak
membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
h)
Thorax :
· Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak
ada suara tambahan.
· Paru-paru:
Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan
tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara
tambahan.
i)
Abdomen :
· Inspeksi:
Perut datar, tidak ada benjolan.
· Auskultasi:
Bising usus biasanya dalam batas normal.
· Perkusi:
Timpani seluruh lapang abdomen.
· Palpasi:
ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
j)
Ekstremitas
· Superior: tidak ada deformitas, tidak ada oedema,
tonus otot cukup.
·Inferior :
deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot
cukup
K.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG
MUNGKIN MUNCUL
1.
Bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus,
kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolarPola Nafas
tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3. Nyeri
akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
4. Cemas
berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
5. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan
biologis yang mengurangi pemasukan makanan.
6. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
7. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
8.
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik. Resiko infeksi berhubungan
dengan prosedur invasive.
L.
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL (NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
1
|
Bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus,
kekentalan sekresi dan bronchospasme.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control,
Dengan
kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway
Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
|
2
|
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory Status : Gas
exchange
Respiratory Status :
ventilation
Vital Sign Status
Dengan
kriteria hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang
normal
|
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
|
3
|
Pola Nafas
tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Vital sign Status
Dengan Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi
Oksigen
Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign
Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
|
4
|
Nyeri
akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Dengan Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
|
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic
Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
|
5
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan
biologis yang mengurangi pemasukan makanan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Nutritional Status : nutrient Intake
Weight control
Dengan Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidk ada tanda tanda malnutrisi
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
|
DAFTAR PUSTAKA
Almazini,
P. 2012. Bronchial ThermoplastyPilihan
Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Carpenito,
L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6.Jakarta: EGC.
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA
(Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalamwww.Ginaasthma.org.
Linda
Jual Carpenito, 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 6 .Jakarta: EGC.
Mansjoer,
A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Purnomo.
2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro.
Ruhyanudin,
F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press.
Saheb,
A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV Medika.
Santosa,
Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika.
Sundaru
H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar